أًَهْلاً وَسَهْلاً وَمَرْحَبًا
اَللَّهُمَّ انْفَعْنِيْ بِمَا عَلَّمْتَنِيْ وَعَلِّمْنِيْ مَا يَنْفَعُنِيْ وَزِدْنِيْ عِلْمًا

30 Langkah Mendidik Anak Agar Mengamalkan Ajaran Agama (6/30)


LANGKAH 6


BIARKAN DIA BERMAIN, TETAPI TEMANI DENGAN TEMA-TEMA AGAMA 

Dikarenakan bermain dan banyak bergerak adalah karakteristik anak, hendaknya permainan diarahkan kepada sesuatu yang akan menambah kemaslahatan untuk mengamalkan agama ini.

Banyak gerak dan tidak bisa diamnya anak bukanlah aib, kesalahan atau tingkah tidak terpuji. Justru memiliki banyak manfaat. Di antaranya menambah kesehatan, kecerdasan dan keahlian anak sejalan dengan pertumbuhannya. 

Anak yang tidak bergerak, karena kejiwaan atau paksaan orang tua, akan berakibat pada ketidakstabilan anak, minder, takut, rendah diri atau kesehatan yang lemah, sebagai dampak dari perangai tersebut.


Contoh Praktis Dan Kisah Pentingnya Permainan Dalam Membangun Kepribadian Anak

Di antara permainan ini seperti menunggang kuda (menyetir), berenang, dan memanah (menembak) sebagaimana yang terdapat di dalam atsar. Atau permainan yang menumbuhkan kemampuan otak  yang dapat menjadi wasilah mendapatkan kemahiran, mengumpulkan keahlian dan menumbuhkan kecerdasan.

Ketika engkau mengarahkan anakmu permainan yang mendidik, yang mengandung keberanian bagi anak laki-laki –seperti berkuda, berenang dan memanah-, akan memberi manfaat nantinya kepada umat ini di masa depan. Mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang memiliki keberanian dalam menghadapi tantangan. Karenanya marilah kita bermain bersama anak kita dengan apa yang sesuai. 


Kisah:


  1. Dari Muhammad Ibn Abdullah Ibn Abi Ya’kub, dari Abdullah Ibn Syaddad Ibn al-Hadi Ibn Abihi:
    "Nabi -shalallahu alaihi wasallam- keluar untuk melaksanakan shalat, sementara di bahunya menggendong Umamah putri al-Âsh. Beliau pun shalat. Ketika rukuk anak itu diletakkannya, jika bangkit anak itu diangkatnya.”[1]
    Ibnu Hajar berkata:

    “Sebahagian mengambil faedah dari hadits ini betapa besarnya kadar kasih beliau kepada anak. Merupakan dilema antara berupaya menjaga kekusyuan dan menjaga kenyamanan anak, tetapi beliau mendahulukan yang kedua. Yang dilakukan Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-  bisa juga untuk menjelaskan kebolehan.”[2]
  2. Abu Qotadah -radiallahu'anhu- berkata : “Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- mengimami kami pada salah satu shalat isya sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- maju mengimami dan meletakkan cucunya. Kemudian bertakbir memulai shalat dan melaksanakannya. Selama berlangsungnya shalat ada sujud yang begitu panjang.
    Ubay berkata:
    'Aku mengangkat kepalaku. Ternyata ada anak kecil yang tengah memanjat di punggung Rasulullah yang sedang sujud. Aku pun kembali kepada sujudku. Setelah Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- menyelesaikan shalatnya, orang-orang berkata: "Wahai Rasulullah engkau sujud dalam salatmu begitu lama  sehingga kami mengira terjadi sesuatu atau tengah turun ayat?" Nabi berkata: "Semua itu tidak terjadi. Hanya cucuku yang sedang menaiki punggungku. Aku tidak suka mengusiknya sampai dia selesai dari hajatnya.”[3]

    Dalam urusan ibadah seperti ini Rasulullah sangat sayang kepada mereka sampai-sampai membiarkan menyelesaikan permainannya. Maka bagaimana lagi jika di luar waktu ibadah?!


    Bersambung insyaAllah. 


    [1] Al-Bukhari kitab: al-Adab no: 5996.
    [2] Fathul Bâri X/526.
    [3] Sunan Nasai no: 731.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar